Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) baru-baru ini membekukan sementara layanan WorldID, sistem identifikasi digital yang menggunakan pemindaian retina mata. Keputusan ini diambil menyusul viralnya kabar WorldID menawarkan imbalan uang kepada masyarakat yang bersedia memindai retina mata mereka. Namun, seorang pengamat keamanan siber memiliki pandangan berbeda mengenai kontroversi ini.
Alfons Tanujaya dari Vaksincom menilai kekhawatiran terhadap WorldID agak berlebihan. Ia menjelaskan bahwa data iris mata disimpan dengan aman dan terenkripsi.
Data Iris WorldID: Amankah?
Menurut Alfons, data iris yang dikumpulkan WorldID disimpan di server yang berbeda dan dipecah menjadi empat bagian. Sebelum dipecah, data tersebut dienkripsi dengan rumus khusus.
Meskipun demikian, Alfons mengakui risiko pembocoran tetap ada jika seseorang mampu menggabungkan keempat bagian data tersebut dan memecahkan kunci enkripsinya. Namun ia menilai kemungkinan ini sangat kecil.
Perbandingan Risiko Data: Iris vs. Data Kependudukan
Alfons menekankan bahwa data kependudukan seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK), serta data pengenalan wajah (face recognition), jauh lebih berisiko dibandingkan data iris WorldID.
Ia berpendapat, data iris, meskipun sensitif, memiliki risiko pembocoran yang lebih rendah dibandingkan data-data tersebut karena sistem keamanan dan enkripsi yang diterapkan WorldID.
Saran untuk Pemerintah Indonesia
Alih-alih khawatir, Alfons menyarankan pemerintah untuk memanfaatkan teknologi WorldID dengan bijak. Hal ini dapat membantu implementasi sistem “one person one ID” yang lebih efektif.
Ia mengusulkan agar pemerintah meminta WorldID untuk menyimpan data penduduk Indonesia di server lokal, bukan di luar negeri. Dengan demikian, pengawasan dan pengendalian data dapat dilakukan secara lebih mudah dan ketat.
Hal ini juga sekaligus dapat mengatasi kekhawatiran terkait keamanan data dan kedaulatan digital Indonesia.
Pemerintah dinilai dapat memanfaatkan kemampuan pengelolaan data WorldID untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi sistem identifikasi kependudukan nasional. Ini dapat menjadi solusi yang efektif untuk membangun sistem “one person one ID” yang andal.
Respon WorldID dan Kominfo
Kominfo sendiri telah membekukan sementara TDPSE Worldcoin dan WorldID setelah kasus di Bekasi viral. WorldID menawarkan imbalan Rp 800.000 kepada peserta yang bersedia memindai retina mata mereka.
Tools for Humanity, pengembang WorldID, menanggapi pembekuan ini dengan menyatakan akan menghentikan sementara layanan verifikasi di Indonesia. Mereka juga menyatakan akan mencari kejelasan mengenai persyaratan izin dan lisensi yang diperlukan.
Perusahaan tersebut berharap dapat melanjutkan dialog dengan pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan masalah perizinan dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku di Indonesia.
Kejadian ini menyoroti pentingnya regulasi yang jelas dan komprehensif dalam pengembangan dan penerapan teknologi identifikasi biometrik di Indonesia. Kolaborasi antara pemerintah dan pengembang teknologi menjadi kunci untuk memastikan keamanan data dan manfaat teknologi bagi masyarakat.
Ke depannya, perlu adanya diskusi lebih lanjut antara pemerintah dan pihak pengembang teknologi untuk menemukan keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan data pribadi warga negara. Hal ini penting untuk memastikan pemanfaatan teknologi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Leave a Comment