Konflik antara Iran dan Israel yang telah berlangsung beberapa pekan terakhir tidak hanya terjadi di medan perang fisik. Pertempuran sengit menggunakan rudal dan persenjataan modern juga meluas ke ranah digital, memicu perang siber yang intens antara kedua negara.
Para ahli keamanan siber mengamati peningkatan signifikan dalam aktivitas serangan siber, menunjukkan eskalasi konflik di dunia maya.
Perang Siber: Arena Baru Konflik Iran-Israel
Christin Flynn Goodwin, seorang ahli keamanan siber yang berpengalaman di Microsoft, mencatat keterlibatan kelompok peretas yang terhubung dengan militer kedua negara. Ia menekankan kemampuan siber tingkat tinggi yang dimiliki oleh Unit 8200 Israel dan Korps Pengawal Revolusi Iran (IRGC) beserta Institut Mabna-nya.
Serangan rudal awal Israel ke Teheran telah dibalas dengan serangan siber dari kedua belah pihak, memperbesar potensi konsekuensi yang berbahaya.
Eskalasi Serangan Siber: Dampak yang Mengancam
Ragnar Cybersecurity memperkirakan peningkatan serangan siber dari Iran ke Israel hingga 700 persen. Serangan ini bukan hanya bersifat digital, tetapi juga berdampak langsung pada kehidupan warga sipil.
Hacker Iran dilaporkan mengirimkan pesan teks ancaman teror kepada ribuan warga Israel. Hal ini menunjukkan bagaimana perang siber bisa berdampak pada keamanan dan stabilitas suatu negara.
Dua perusahaan keamanan siber terkemuka telah mendesak perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat untuk memperkuat pertahanan siber mereka. Hal ini sebagai antisipasi atas potensi serangan dari hacker yang disponsori negara Iran.
Goodwin memperingatkan potensi serangan terhadap infrastruktur penting, seperti sistem pemanas, jaringan listrik, dan sistem penyediaan air. Serangan seperti ini bisa berdampak fatal bagi kehidupan masyarakat.
Aktivitas Hacker dan Dampak Ekonomi
Kelompok hacker yang diduga terkait dengan Israel mengklaim telah mengganggu operasional perbankan di Iran dan membanjiri pasar kripto dengan dana curian senilai US$ 90 juta. Serangan ini menunjukkan kemampuan untuk mengganggu stabilitas ekonomi negara lawan.
Pejabat Israel melaporkan penyebaran pesan palsu tentang ancaman teror untuk menabur kepanikan di masyarakat. Ini adalah taktik perang siber yang memanfaatkan psikologi massa.
Kelompok hacker anti-Iran, Gonjeske Darande (Predatory Sparrow), mengklaim bertanggung jawab atas serangan terhadap Bank Sepah, mengakibatkan kesulitan akses bagi masyarakat Iran terhadap akun perbankan mereka.
Bank Sepah sendiri pernah terkena sanksi dari Departemen Keuangan AS pada tahun 2018. Serangan siber ini semakin memperburuk kondisi ekonomi Iran yang sudah terbebani sanksi.
Pemerintah Iran meminta warga untuk menghapus aplikasi WhatsApp dan melakukan pemadaman internet selama lebih dari 12 jam. Pemadaman ini diklaim sebagai langkah untuk menanggulangi “penyalahgunaan” jaringan oleh Israel.
Kantor Berita Tasnim melaporkan bahwa pemadaman tersebut bersifat sementara dan akan kembali normal seiring membaiknya situasi. Namun, langkah ini menunjukkan upaya Iran untuk membatasi dampak serangan siber.
Sejarah Panjang Perang Siber: Stuxnet dan Natans
Perang siber antara Iran dan Israel telah berlangsung selama bertahun-tahun. Salah satu contohnya adalah serangan virus komputer Stuxnet pada tahun 2010.
Stuxnet, yang diduga dikembangkan oleh Israel dan Amerika Serikat, merusak sentrifugal di fasilitas pengayaan uranium Iran di Natans.
Fasilitas Natans sendiri menjadi salah satu target serangan rudal Israel baru-baru ini. Ini menunjukkan bagaimana perang fisik dan siber saling berkaitan dan memperkuat satu sama lain.
Kesimpulannya, konflik Iran-Israel telah memasuki babak baru yang berbahaya dengan meluasnya perang ke ranah siber. Baik Iran maupun Israel memiliki kemampuan siber yang canggih, dan konsekuensi dari serangan-serangan ini, baik terhadap infrastruktur maupun psikologi masyarakat, bisa sangat signifikan. Pemantauan dan antisipasi terhadap eskalasi konflik di dunia maya menjadi sangat krusial untuk menjaga stabilitas regional dan global.
Leave a Comment