Kecerdasan buatan (AI) tengah menjadi sorotan dunia, menjanjikan peningkatan produktivitas yang signifikan. Namun, di balik potensi emas ini, tersimpan juga ancaman berupa pengangguran massal. CEO Nvidia, Jensen Huang, dan pakar AI lainnya memberikan peringatan akan potensi dampak negatif AI terhadap lapangan kerja jika inovasi tak mampu mengimbangi peningkatan efisiensi yang dihasilkan.
Pernyataan Huang ini sejalan dengan kekhawatiran sejumlah pihak mengenai dampak AI terhadap pasar kerja. Sebuah survei bahkan memproyeksikan potensi pengurangan tenaga kerja secara signifikan di masa depan.
Potensi Hilangnya Pekerjaan Akibat AI: Peringatan dari Para Ahli
Jensen Huang, CEO Nvidia, perusahaan raksasa teknologi yang berperan besar dalam perkembangan AI, menyatakan bahwa peningkatan produktivitas yang luar biasa berkat AI bisa berujung pada hilangnya pekerjaan. Hal ini, menurutnya, hanya akan terjadi jika dunia kehabisan ide-ide baru.
Peringatan serupa juga disampaikan Dario Amodei dari Anthropic. Ia memperkirakan lonjakan pengangguran yang drastis, bahkan hingga 20% dalam lima tahun ke depan, khususnya pada pekerjaan kerah putih tingkat pemula.
Inovasi sebagai Kunci Menghadapi Tantangan AI
Huang menekankan pentingnya inovasi berkelanjutan untuk mengatasi potensi ancaman tersebut. Ia percaya bahwa jika terus bermunculan ide-ide segar dan terobosan baru, peningkatan produktivitas yang dibawa AI justru akan menciptakan lapangan kerja baru dan pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya, tanpa inovasi yang cukup, peningkatan produktivitas yang dihasilkan oleh AI hanya akan berujung pada pengurangan tenaga kerja, karena perusahaan akan mencapai efisiensi optimal dengan jumlah pekerja yang lebih sedikit.
Survei dan Data yang Memperkuat Kekhawatiran
Kekhawatiran akan dampak AI terhadap lapangan kerja diperkuat oleh beberapa survei. Sebuah survei pada tahun 2024 oleh Adecco Group menunjukkan bahwa 41% CEO memperkirakan AI akan mengurangi jumlah pekerja di perusahaan mereka dalam lima tahun ke depan.
Survei lain dari World Economic Forum menunjukkan angka yang serupa: 41% pemberi kerja berencana mengurangi tenaga kerja mereka pada tahun 2030 akibat otomatisasi berbasis AI.
Meskipun demikian, Huang tetap optimis. Ia melihat AI sebagai teknologi yang akan mengubah cara kerja, namun tidak secara otomatis menghilangkan pekerjaan. Alih-alih menghilangkan pekerjaan secara menyeluruh, AI justru akan mengubahnya, menciptakan pekerjaan baru dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.
Nvidia sendiri, sebagai perusahaan yang memimpin revolusi AI, memainkan peran penting dalam perkembangan teknologi ini. Teknologi cip yang mereka produksi mendukung pusat data perusahaan-perusahaan teknologi besar seperti Microsoft, Amazon, dan Google.
Lebih lanjut, Huang memandang AI sebagai “penyetara teknologi terhebat”. Ia percaya AI dapat mengangkat orang-orang yang kurang memahami teknologi, membuka akses ke peluang dan meningkatkan efisiensi kerja.
Sebuah survei tahun 2024 oleh Duke University menunjukkan bahwa banyak perusahaan besar di AS sudah mulai mengotomatisasi tugas-tugas administratif menggunakan AI, seperti pembayaran pemasok atau pembuatan faktur.
AI juga dimanfaatkan untuk tugas-tugas kreatif, seperti pembuatan lowongan pekerjaan, siaran pers, dan kampanye pemasaran. Hal ini menunjukkan adaptasi dan transformasi yang terjadi di dunia kerja seiring berkembangnya teknologi AI.
Kesimpulannya, dampak AI terhadap lapangan kerja merupakan isu kompleks yang membutuhkan perhatian serius. Meskipun potensi pengangguran memang ada, inovasi dan adaptasi yang tepat dapat meminimalkan dampak negatif tersebut, bahkan mengubahnya menjadi peluang pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Peran pemerintah dan perusahaan dalam mempersiapkan tenaga kerja untuk menghadapi era AI juga menjadi kunci keberhasilan adaptasi ini.
Leave a Comment