Ibrahim Arief, mantan petinggi Bukalapak, kini menjadi tersangka dalam kasus korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. Kasus ini melibatkan proyek senilai Rp 9,3 triliun dan diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1,98 triliun. Perjalanan kariernya yang cemerlang di dunia teknologi kini tercoreng oleh tuduhan ini.
Nama Ibrahim Arief, atau Ibam, sebelumnya dikenal luas di industri startup. Ia pernah menjabat sebagai Vice President di Bukalapak, perusahaan e-commerce unicorn Indonesia.
Dari Bukalapak ke Pusaran Korupsi Chromebook
Setelah sukses di Bukalapak, Ibam beralih ke sektor publik. Ia terlibat dalam program transformasi digital pendidikan di bawah kepemimpinan Menteri Nadiem Makarim.
Ia berperan sebagai konsultan individual, lalu menjabat sebagai Chief Technology Officer (CTO) di GovTech Edu (2020-2024).
Di GovTech Edu, Ibam terlibat dalam proyek pengadaan laptop Chromebook senilai Rp 9,3 triliun. Proyek ini kini menjadi sorotan karena dugaan penyimpangan.
Kejaksaan Agung menetapkan Ibam sebagai tersangka karena diduga melakukan rekayasa pengambilan keputusan teknis. Hal ini berujung pada pemilihan Chromebook meskipun uji coba 2019 menunjukkan ketidakcocokannya untuk daerah 3T.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar, menyatakan para tersangka menyalahgunakan wewenang. Mereka membuat petunjuk pelaksanaan yang mengarah ke produk tertentu, Chromebook.
Akibatnya, tujuan pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk siswa di daerah 3T tidak tercapai. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 1,98 triliun.
Penangkapan dan Pernyataan Kuasa Hukum
Ibam sempat mangkir dari beberapa panggilan pemeriksaan. Ia akhirnya dijemput paksa oleh penyidik Kejagung pada 15 Juli 2025.
Saat ini, Ibam berstatus tahanan kota karena memiliki riwayat penyakit jantung kronis.
Kuasa hukum Ibam, Indra Haposan Sihombing, menegaskan kliennya bukan Staf Khusus Menteri, melainkan konsultan independen.
Ia menekankan bahwa Ibam bukan pejabat struktural, ASN, atau staf khusus menteri.
Jejak Karier dan Kontroversi
Sebelum terseret kasus ini, Ibam menarik perhatian karena menolak tawaran kerja dari Meta (Facebook) untuk fokus pada proyek digital pendidikan Indonesia.
Keputusan tersebut sempat diapresiasi sebagai langkah idealis.
Setelah GovTech Edu, Ibam mendirikan Asah AI, perusahaan teknologi yang fokus pada pengembangan kecerdasan buatan di bidang pendidikan.
Kasus ini menjadi pukulan besar bagi reputasi Ibam. Banyak yang menyayangkan kariernya berakhir di tengah kasus korupsi.
Organisasi seperti ICW dan KOPEL telah mengkritik proyek ini sejak awal. Mereka menyebutnya tidak prioritas dan rawan korupsi.
Kejagung telah memeriksa lebih dari 80 saksi dan tiga ahli. Sejumlah dokumen penting juga disita sebagai bukti.
Kasus Ibrahim Arief menjadi pengingat penting tentang pengawasan dan transparansi dalam pengadaan proyek pemerintah, khususnya di sektor teknologi. Harapannya, proses hukum akan berjalan adil dan transparan, mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan mencegah terulangnya kejadian serupa.
Leave a Comment