Harga Minyak Melonjak Tajam! Cek Level Hari Ini 11 Juni 2025
Sumber: Liputan6.com

Harga minyak dunia mengalami penurunan pada Selasa (Rabu waktu Jakarta), disebabkan oleh sejumlah faktor yang saling berkaitan. Perhatian pasar tertuju pada perkembangan negosiasi perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Kondisi ini menciptakan ketidakpastian yang turut mempengaruhi pergerakan harga komoditas global, termasuk minyak mentah.

Harga minyak Brent, patokan internasional, turun 17 sen atau 0,25% dan ditutup pada angka US$ 66,87 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami penurunan sebesar 31 sen atau 0,47%, menutup perdagangan pada US$ 64,98 per barel.

Perkembangan Negosiasi Dagang AS-Tiongkok

Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyampaikan optimisme terkait pembicaraan perdagangan bilateral dengan Tiongkok yang berlangsung di London. Kedua negara tengah berupaya mencapai kesepakatan terkait kontrol ekspor yang berpotensi memicu ketegangan baru.

Sentimen positif dari pembicaraan tersebut memberikan dukungan terhadap harga minyak. Namun, ketidakpastian mengenai hasil akhir negosiasi tetap menjadi faktor yang perlu diwaspadai pasar. Harry Tchilinguirian, Kepala Grup Penelitian di Onyx Capital, menyatakan pasar menantikan hasil pembicaraan untuk menentukan arah harga selanjutnya.

Alokasi Minyak Saudi ke Tiongkok dan Produksi OPEC+

Laporan Reuters menyebutkan bahwa alokasi minyak mentah Saudi Aramco ke Tiongkok pada Juli mendatang mencapai sekitar 47 juta barel. Angka ini lebih rendah satu juta barel dibandingkan alokasi pada Juni.

Penurunan alokasi tersebut memicu spekulasi bahwa penghentian pemotongan produksi OPEC+ mungkin tidak akan secara signifikan meningkatkan pasokan minyak global. Tchilinguirian menambahkan bahwa hal ini dapat menjadi indikasi awal dari keterbatasan peningkatan pasokan minyak di pasar.

Produksi Minyak OPEC+

OPEC+, yang bertanggung jawab atas sekitar separuh produksi minyak dunia, telah merencanakan peningkatan produksi sebesar 411.000 barel per hari (bph) untuk Juli. Ini merupakan upaya untuk menghentikan pemotongan produksi selama empat bulan berturut-turut.

Namun, survei Reuters menunjukkan peningkatan produksi minyak OPEC pada Mei lalu terbatas. Irak, produsen terbesar kedua setelah Arab Saudi, memproduksi di bawah target untuk mengimbangi kelebihan produksi sebelumnya. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab juga mencatat peningkatan yang lebih rendah dari yang ditargetkan.

Sanksi Eropa terhadap Rusia dan Prospek Persediaan Minyak AS

Uni Eropa mengusulkan paket sanksi ke-18 terhadap Rusia sebagai respons atas invasi ke Ukraina. Sanksi ini menyasar pendapatan energi, perbankan, dan industri militer Rusia.

Rusia merupakan produsen minyak mentah terbesar kedua pada tahun 2024. Peningkatan sanksi berpotensi mengurangi pasokan minyak di pasar global, sehingga dapat mendorong kenaikan harga. American Petroleum Institute (API) dan Badan Informasi Energi AS (EIA) dijadwalkan merilis data persediaan minyak AS.

Perkiraan Persediaan Minyak AS

Para analis memperkirakan penambahan sekitar 0,1 juta barel minyak ke persediaan AS pada minggu yang berakhir 6 Juni. Jika prediksi ini terbukti benar, ini akan menjadi peningkatan pertama dalam tiga minggu terakhir.

Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan peningkatan 3,7 juta barel pada periode yang sama tahun lalu, dan rata-rata peningkatan 2,8 juta barel selama lima tahun terakhir (2020-2024). Perkembangan ini perlu dipertimbangkan dalam analisis pergerakan harga minyak ke depannya.

Pergerakan harga minyak mentah pada awal pekan ini mencerminkan kompleksitas faktor-faktor geopolitik dan ekonomi global. Baik negosiasi perdagangan AS-Tiongkok, alokasi produksi OPEC+, serta sanksi terhadap Rusia, semuanya memiliki dampak yang saling mempengaruhi terhadap penawaran dan permintaan minyak di pasar internasional. Data persediaan minyak AS yang akan dirilis juga akan memberikan gambaran lebih lanjut mengenai dinamika pasar ke depan.

Bagikan:

Tags:

Leave a Comment