Keinginan Presiden Donald Trump untuk memindahkan produksi iPhone dari China ke Amerika Serikat sempat menimbulkan kekhawatiran akan tarif impor yang tinggi. Namun, untuk sementara, Apple dapat bernapas lega karena smartphone dikecualikan dari tarif resiprokal tersebut.
Meskipun demikian, ancaman tarif besar masih mengintai. Tujuan utama Trump jelas: menggerakkan manufaktur iPhone ke dalam negeri. Namun, realitasnya jauh lebih kompleks dan menantang.
Tantangan Memindahkan Produksi iPhone ke AS
Memindahkan produksi iPhone ke Amerika Serikat bukanlah sekadar memindahkan mesin. Ini melibatkan rantai pasokan yang rumit dan tenaga kerja terampil dalam jumlah besar.
Para ahli menyoroti waktu dan biaya yang sangat signifikan untuk memindahkan operasi produksi. Kualitas produk pun menjadi pertanyaan besar, mengingat keunggulan manufaktur di China.
Rantai pasokan Apple yang sudah mapan di China dan negara lain sangat canggih. Amerika Serikat belum memiliki fasilitas dan tenaga kerja yang setara.
Komponen iPhone berasal dari sekitar 40 negara. Profesor Gary Gereffi dari Duke University menyarankan pendekatan realistis: membangun rantai pasokan di sekitar Amerika Serikat dan Amerika Utara.
Bahkan dengan asumsi dana tersedia, proses ini diperkirakan membutuhkan waktu 3 hingga 5 tahun. Perakitan iPhone di AS memerlukan tenaga kerja manusia dan robot dalam jumlah besar.
Keterbatasan Tenaga Kerja dan Infrastruktur di AS
Mendapatkan peralatan produksi mungkin masih bisa diatasi. Namun, menemukan tenaga kerja terampil yang cukup menjadi tantangan besar.
Profesor Tinglong Dai dari Universitas Johns Hopkins menekankan kekurangan tenaga kerja parah di AS dan hilangnya kapasitas produksi dalam skala besar.
Sebagai perbandingan, Foxconn mempekerjakan 300.000 orang di Zhengzhou, China, pusat produksi iPhone. CEO Apple, Tim Cook, pernah menyatakan bahwa ketergantungan pada China bukan karena upah murah, melainkan kualitas tenaga kerja terlatih.
Meskipun otomatisasi semakin maju, masih banyak pekerjaan yang membutuhkan tenaga manusia. Jika Apple memaksa menjual iPhone buatan AS dengan harga murah, kualitas produk kemungkinan akan menurun, setidaknya untuk saat ini.
Profesor Dai menambahkan bahwa AS memiliki kapasitas produksi komponen smartphone di beberapa bidang, tetapi bukan yang terbaik. AS perlu mengejar ketertinggalan, tidak hanya dari China, tetapi juga dari Jepang (keahlian kamera) dan Korea Selatan (layar).
Pelajaran dari Kasus Mac Pro
Pengalaman Apple dengan Mac Pro pada tahun 2012 memberikan gambaran nyata kesulitan memindahkan produksi dari Asia ke AS.
Mac Pro, yang dirancang dan diproduksi di AS, mengalami kendala signifikan dalam rantai pasokan, bahkan untuk hal-hal sederhana seperti sekrup.
Kekurangan pasokan sekrup dari pemasok kecil di AS memaksa Apple untuk sementara mengimpor dari China. Mencari dan membangun kemitraan dengan pemasok lokal yang mampu memenuhi kebutuhan Apple membutuhkan waktu dan investasi besar.
Stephen Melo, presiden Caldwell Manufacturing, pemasok sekrup yang akhirnya memenuhi kebutuhan Apple, mengatakan bahwa sangat sulit berinvestasi di tingkat Apple di Amerika Serikat karena alternatif yang lebih murah tersedia di luar negeri.
Meskipun ada momentum positif dalam manufaktur semikonduktor di AS, dengan TSMC membangun pabrik di Arizona, chip tercanggih, termasuk untuk Apple, masih diproduksi di Taiwan.
Kesimpulannya, memindahkan produksi iPhone ke Amerika Serikat merupakan tantangan besar yang melibatkan lebih dari sekadar biaya dan teknologi. Ketersediaan tenaga kerja terampil, pengembangan rantai pasokan yang kuat, dan infrastruktur yang memadai merupakan faktor penentu keberhasilan.
Leave a Comment