Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 hanya mencapai 4,87%, angka yang mengecewakan karena lebih rendah dari 5,11% pada kuartal I 2024. Ini merupakan angka terendah sejak kuartal III 2021 (3,53%), menunjukkan laju pertumbuhan yang mendekati masa pandemi Covid-19, padahal kondisi ekonomi seharusnya sudah pulih.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran karena pertumbuhan ekonomi yang seharusnya meningkat pesat justru melambat drastis. Situasi ini menunjukkan adanya masalah struktural yang perlu segera diatasi.
Efisiensi Anggaran: Dampak Kontraproduktif?
Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menilai kebijakan efisiensi anggaran pemerintah sebagai salah satu penyebab perlambatan ekonomi.
Efisiensi anggaran yang awalnya ditujukan untuk merapikan belanja negara, kini justru menimbulkan dampak kontraproduktif, menurut Media Wahyudi.
Pengurangan anggaran transfer ke daerah membatasi kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan infrastruktur dan program sosial.
APBD selama ini berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja melalui proyek-proyek desa dan program perlindungan sosial.
Pemotongan anggaran publik mengurangi aktivitas ekonomi di banyak sektor, terutama di daerah.
Realokasi Anggaran dan Program MBG
Pertumbuhan belanja pemerintah yang mengalami kontraksi sebesar -1,38% YoY turut memperlemah kinerja ekonomi.
Realokasi anggaran efisiensi yang sebagian besar dialirkan ke program MBG (belum dijelaskan kepanjangannya dalam artikel asli, perlu konfirmasi) dinilai belum memberikan dampak positif yang signifikan terhadap ekonomi maupun penciptaan lapangan kerja.
Program MBG, menurut Media Wahyudi, belum menghasilkan nilai tambah ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang signifikan.
Akibat efisiensi anggaran, banyak Balai Latihan Kerja (BLK) yang terhenti operasinya karena kekurangan dana.
Banyak pendamping desa juga dirumahkan, padahal BLK dan pendamping desa merupakan penggerak utama penciptaan lapangan kerja di sektor riil.
Sektor Penopang Ekonomi Triwulan I-2025
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyebutkan lima sektor utama penopang ekonomi Indonesia: industri pengolahan, perdagangan, pertanian, konstruksi, dan transportasi.
Kelima sektor tersebut secara kumulatif menyumbang 63,96% terhadap total PDB nasional.
Sektor pertanian mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yaitu 10,52%, didorong oleh panen raya dan peningkatan produksi padi dan jagung.
Sektor industri pengolahan tumbuh 4,55% dan menyumbang 19,25% terhadap total PDB, menunjukkan stabilitas aktivitas industri.
Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 9,01%, didorong peningkatan mobilitas masyarakat dan penguatan logistik nasional.
Sektor jasa lainnya juga tumbuh tinggi, ditopang oleh peningkatan wisata domestik dan mancanegara.
Peningkatan mobilitas masyarakat dan pariwisata turut mendorong pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan serta sektor jasa lainnya. Namun, perlambatan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan tetap menjadi perhatian serius yang membutuhkan solusi komprehensif.
Pemerintah perlu mengevaluasi kembali kebijakan efisiensi anggaran dan memastikan agar realokasi anggaran benar-benar memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Perhatian lebih pada sektor-sektor penciptaan lapangan kerja di tingkat lokal juga sangat krusial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Leave a Comment