QRIS, singkatan dari Quick Response Code Indonesian Standard, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Sistem pembayaran digital ini memudahkan transaksi, baik untuk pembelian sehari-hari hingga donasi.
Penggunaannya yang meluas, bahkan sampai ke pedagang kaki lima, menunjukkan betapa QRIS telah mengubah lanskap pembayaran di Indonesia. Namun, baru-baru ini, QRIS menjadi sorotan setelah Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyinggungnya dalam laporan perdagangannya.
Pengalaman Pengguna QRIS: Cepat, Aman, dan Efisien
Enggar (32) dan Rininta Oktaviana (28), dua karyawan swasta di Jakarta Selatan, menggunakan QRIS hampir setiap hari. Mereka menganggap QRIS lebih aman daripada uang tunai karena meminimalisir risiko uang palsu.
Rininta, yang termasuk Generasi Z, mengatakan QRIS lebih cepat dan efisien. Ia lebih menyukai metode pembayaran tanpa uang tunai (cashless).
Selain untuk transaksi sehari-hari, mereka juga menggunakan QRIS untuk berdonasi. Kemudahan ini memungkinkan mereka untuk membantu orang lain, bahkan tanpa uang tunai kecil.
Keduanya berharap QRIS Tap, teknologi terbaru yang memungkinkan transaksi dengan menempelkan ponsel ke perangkat pembayaran, dapat segera diadopsi lebih luas oleh merchant.
Dampak QRIS terhadap Ekonomi Indonesia dan Kekhawatiran dari Luar Negeri
Kekhawatiran muncul setelah AS menyoroti QRIS dalam laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers 2025. Ada kekhawatiran QRIS tidak bisa lagi digunakan karena permintaan dari pihak luar.
Rininta dan Enggar sepakat bahwa hilangnya QRIS akan menjadi kemunduran ekonomi dan teknologi. Mereka khawatir perputaran ekonomi akan melambat, khususnya di kalangan menengah.
Meskipun demikian, inovasi QRIS Tap telah diluncurkan sejak Maret 2025. Metode ini menawarkan alternatif transaksi tanpa pemindaian QR code.
Para pedagang juga merasakan manfaat QRIS. Putri, pemilik rumah makan, mengatakan pendapatannya meningkat signifikan setelah menggunakan QRIS karena sebagian besar pelanggannya lebih suka pembayaran digital.
Analisis Ekonom dan Prospek QRIS ke Depan
Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad, menyatakan kesadaran masyarakat terhadap QRIS terus meningkat. Meski pengguna aktif masih sekitar 20-30 juta orang, dominasi pengguna berada di kalangan menengah dan perkotaan.
Tauhid menjelaskan bahwa sorotan AS terhadap QRIS merupakan hal yang wajar. Sebagian besar transaksi di Indonesia dilakukan di dalam negeri, sehingga tidak terlalu bergantung pada layanan Visa dan MasterCard.
Biaya transaksi QRIS juga lebih murah dibandingkan layanan internasional. Ini menjadi salah satu daya tarik QRIS bagi masyarakat Indonesia.
BRI, salah satu bank yang aktif mempromosikan QRIS, mencatat transaksi QRIS BRI di Regional Jakarta 2 mencapai Rp 2,8 triliun pada tahun 2024. BRI terus berupaya memperluas penggunaan QRIS melalui edukasi dan program promo.
BRI juga mengembangkan QRIS Tap berbasis NFC untuk mempermudah transaksi. Namun, adopsi QRIS Tap oleh merchant masih perlu ditingkatkan.
Kesimpulannya, QRIS telah memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia dengan memberikan kemudahan dan efisiensi dalam bertransaksi. Meskipun ada kekhawatiran dari luar negeri, inovasi dan pengembangan berkelanjutan, serta tingkat adopsi yang tinggi di dalam negeri, menunjukkan potensi QRIS untuk tetap menjadi tulang punggung sistem pembayaran digital Indonesia.
Leave a Comment