Proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan signifikan. Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Arsal Ismail, baru-baru ini mengungkapkan kendala utama yang menghambat proyek ambisius ini, yang bertujuan mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor LPG.
Tantangan tersebut mencakup aspek ekonomi dan teknis, yang menuntut solusi komprehensif dari pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk memastikan keberhasilan proyek ini.
Kendala Ekonomi: Harga Produksi DME yang Tinggi
Salah satu hambatan utama adalah biaya produksi DME yang jauh lebih mahal dibandingkan harga jual yang ditetapkan pemerintah.
Harga DME hasil produksi masih di atas harga patokan Kementerian ESDM, dan bahkan lebih tinggi dari harga LPG impor.
Subsidi LPG saat ini mencapai Rp 22.727 per 3 kg (sekitar US$ 474 per ton), atau sekitar Rp 82 triliun per tahun untuk estimasi konsumsi 10,78 juta ton per tahun.
Sementara itu, subsidi DME diperkirakan mencapai Rp 34.069 per 3 kg (US$ 710 per ton), total Rp 123 triliun per tahun dengan asumsi konsumsi yang sama.
Tantangan Teknis: Infrastruktur dan Distribusi
Selain kendala ekonomi, proyek hilirisasi DME juga menghadapi tantangan teknis yang signifikan.
Berdasarkan rapat Satgas hilirisasi bersama Pertamina pada 10 Maret 2025, infrastruktur konversi yang dibutuhkan masih belum memadai.
Hal ini meliputi jalur distribusi dan perangkat kompor rumah tangga yang kompatibel dengan DME. Jarak distribusi yang cukup jauh, sekitar 172 km, juga menjadi kendala.
Kesiapan jaringan niaga dan distribusi bahan bakar alternatif secara luas juga masih perlu ditingkatkan.
Dukungan Pemerintah dan Masa Depan Proyek Hilirisasi DME
PTBA menyatakan kesiapannya untuk menjalankan proyek hilirisasi, bahkan telah menarik minat beberapa investor asing.
Namun, dukungan kebijakan pemerintah sangat krusial untuk mengatasi kendala ekonomi dan teknis yang ada.
Proyek ini awalnya direncanakan memanfaatkan 6 juta ton batu bara per tahun untuk menghasilkan DME sebagai alternatif energi bersih bagi rumah tangga dan industri.
Namun, mundurnya Air Products, mitra teknologi yang direncanakan sebagai perusahaan pengolah, pada Februari 2023, menghambat realisasi skema hilirisasi yang telah dirancang.
Skema awal melibatkan PTBA sebagai pemasok batu bara, Pertamina sebagai pembeli, dan Air Products sebagai operator fasilitas produksi DME.
Keberhasilan proyek hilirisasi DME bergantung pada kemampuan pemerintah dan pihak terkait untuk mengatasi tantangan ekonomi dan teknis. Solusi komprehensif, termasuk dukungan kebijakan yang tepat dan pengembangan infrastruktur yang memadai, diperlukan untuk mewujudkan target pengurangan ketergantungan pada impor LPG dan pengembangan energi bersih di Indonesia.
Investasi yang besar dan perencanaan yang matang sangat krusial untuk memastikan keberlanjutan proyek ini dan memberikan dampak positif bagi ketahanan energi nasional. Peran serta investor asing juga menjadi kunci untuk mempercepat terwujudnya proyek ini.
Leave a Comment